Idul Fitri terasa tak lengkap sebelum melalui malam takbiran. Di malam ini, salah satu(dari sekian banyak malam), doa-doa manusia akan dikabulkan. Menjadi pra klimaks kemenangan. Menyambut hari kemenangan, bertakbir, keliling kampung membuat arak-arakan. Mewujudkan rasa syukur telah menjalani puasa selama 30 hari. Menjalani sekian hari yang penuh godaan, berperang terhadap haus dan lapar. Puasa dari segala nafsu serta buruknya perilaku. Indahnya Ramadhan tak akan pernah dapat tersaingi oleh 11 bulan yang lain. Berkah segala berkah melimpah ruah.
Saat siang beramai-ramai mencari bambu. Membersihkan batangnya dari serbuk-serbuk cokelat yang bisa membuat kulit gatal. Dipotong, disumbat kain perca, lalu diguyur sedikit minyak tanah di lubang yang tersumbat. Sensasi proses persiapan yang menggembirakan. Malamnya selesai shalat isya' bergegas mengambil potongan bambu itu. Berbaris rapi bersama teman-teman mendengar instruksi guru ngaji. Menyalakan satu obor dengan korek api. lalu mentransfer nyala-nyala itu dari satu obor ke obor lain.
Arak-arakkan dimulai. Berjalan rapi, mengucapkan takbir memuji Tuhan dengan suara lantang. Jika cahaya obor itu mati, kembali meminta nyala api dari obor lain yang masih menyala. Itulah suasana takbiran yang terjadi beberapa tahun lalu. Yang saya nikmati bersama kawan-kawan.
Saat saya menghabiskan malam takbiran bersama seorang teman untuk berkeliling kota. Rupanya suasana yang saya alami ketika kecil telah hilang. Memang, setiap kejadian tak pernah sama. Masih ada yang berarak, tapi tak seriuh dulu. Mungkin zaman yang telah mengubah pola aktivitas manusia. Teknologi yang memudahkan interaksi. Dan evolusi kultur juga terjadi pada kebiasaan takbiran yang terjadi setahun sekali itu. Jika dulu saya mendapat kesenangan bertakbir dengan upah kaki pegal, karena harus berjalan keliling kampung. Sekarang, kebiasaan yang membuat kaki pegal, sudah bisa dihentikan. Arak-arakan yang memadati jalan masih bisa ditemukan, tetapi tak sebanyak dulu.
Kini, mobil-mobil pick up terisi manusia. Atau truk-truk besar yang biasa mengangkut pasir, batu, atau benda-benda mati lainnya. Dipenuhi manusia yang meneriakkan takbir. Yah, itulah fenomena takbiran masa kini. Bukan lagi kaki sebagai alat transportasi untuk berpawai. Tapi mesin-mesin pengkonsumsi bensin yang menggantikan. Suara beduk pun tak seramai dulu, digantikan dengan drum bekas minyak sebagai lalat musik. Bahkan ada pula kelompok takbir yang rela menggunakan drum ala Gilang Ramadhan sebagai subtitusi beduk. Serasa melihat konser musik keliling. Membuat saya takjub.
Iring-iringan kendaraan bagai pawai suporter sepak bola. Tak ada lagi obor yang di bawa. Speaker pengeras suara menjadi pelengkap, memamerkan bunyi pukulan-pukulan drum. Ramai. Tapi keramaian yang berbeda. Keramaian takbir ala pesta musik. Bukan perayaan takbir yang dihiasi paduan suara-suara merdu ucapan Allahhuakbar. Ucapan yang menyejukkan hati.
Perubahan budaya semoga tak mengubah esensi malam takbir
Fenomena Takbiran 2009
Patriarkal VS Matriarkal
Mungkin ini, mengenai persamaan hak di mana wanita dan pria dapat memasuki dunia yang sama. Pria bekerja, wanita pun bisa, Pria jadi kepala rumah tangga, wanita juga bisa melakukannya. Tapi, bagi saya wanita dan pria kan memang beda, kenapa harus disama-samakan?!.
Sungguh dasyatnya kutipan hadist itu, yang membuat saya semakin terpana bahwa seorang pria memiliki kekuatan besar untuk "menggengam" perempuan. Sistem patriarki, mau tak mau, yang berjalan. Dan di keyakinan manapun juga menyatakan hal yang sama, dengan bukti kemunculan feminisme yang diawali di dunia barat, di mana mayoritas penduduknya beragama Yahudi, Khatolik dlsb.
Kemudian Nabi ku pernah bersabda, ".....Sesungguhnya seandainya aku(boleh) menyuruh seseorang sujud kepada selain Allah, tentu akan aku suruh perempuan sujud kepada suaminya. demi Dzat yang diri Muhammad dalam kekuasaan-Nya, tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya, sehingga ia menunaikan hak suaminya, dan seandainya suaminya menghendaki dirinya, sedang ia di atas kendaraan, maka tidak boleh ia menolaknya."
Semakin terpatri dalam pikiran saya, bahwa memang patriarki yang dianut agama saya.
Feminisme muncul, ketika para perempuan lelah dengan apa yang menurut pencipta istilah itu mengalami ketertindasan. Tidak bisa melakukan ini, dianggap tak mampu untuk itu, seperti yang umumnya dilakukan para lelaki. Sebagian perempuan(yang berpaham feminis) menginginkan kesetaraan, keadilan, dan perlakuan yang sama. Mereka juga bisa bekerja, menghasilkan uang, mendidik anak, bahkan katanya perempuan kadang-kadang lebih bisa diandalkan untuk melakukan hal kecil yang seharusnya dilakukan lelaki, seperti membetulkan genteng bocor.Sungguh ironi..Muncul berbagai macam konfrensi, seminar, lembaga-lembaga yang memperjuangkan hak-hak perempuan, yang beragama feminis. Saking feminisnya ada pula, perempuan yang rela hidup sendiri sampai mati, untuk mendapatkan kebebasan seumur hidup. Tapi benarkah feminisme akan benar-benar memberikan kebebasan untuk para wanita?
Di lain sisi, saya yang terlalu takut menentang ajaran agama, meski sadar atau tidak saya juga pernah melanggarnya. Membuat saya, kadang berontak untuk mengikutinya. Tapi, agama memang tidak bisa dikompromikan. Wahyu Tuhan, yang katanya dosa bila kita menentang.
Saya tak ingin menetang Tuhan, tapi saya juga tak mau dinomorduakan. Saya ingin kesetaraan dalam definisi saya sendiri. Karena, laki-laki dan perempuan bukankah diciptakan untuk saling melengkapi. Dianugerahi kemampuan yang berbeda, punya tanggung jawab berbeda, hak, dan kewajiban berbeda. Sebenarnya mereka bergantung satu sama lain. Tidak bisa tidak. Yang menjadi pertanyaan saya, bisakah perempuan dan laki-laki berada pada level yang sama, untuk memberikan kebebasan pada perempuan tanpa mengesampingkan perintah agama.
kejar-kejaran dengan waktu
Puas, foto-foto, kami lanjutkan jalan melihat-lihat bangunan kuno. Tapi tiba-tiba perut lapar. Mau makan di mana yang, enak, murah, dan tidak membahayakan kesehatan. Soalnya di sekitar kota lama, ada tempat makan bersih, tapi tentu mahal, karena di situ pengunjungnya bule-bule. Ah....susah deh. Kemudian, saya mencari-cari lagi, ada ga tempat makan lain. Ketemu, warung kecil yang menjual makanan seperti kikil sapi. Mmm, kayaknya eneg, dari tampilannya saya tak begitu suka. Dan pilihan jatuh pada tukang siomay, yang sedang berjualan di depan warung. Ngenes, jauh-jauh ke Semarang tetep belinya siomay. Plus memesan dua es teh ke di warung itu. karena sungkan tak jadi beli makanannya. Plus kami berdua nebeng makan di warung itu.
Kami pikir, makanan dari sapi itu, harganya paling lima ribuan. Eh, setelah nguping pembicaraan penjual dan pembeli di situ. satu porsi harganya Rp 30.000,00. Hah, tersentak dalam hati. Mahal amat. mahal memang relatif sie, tapi bagi saya dengan packaging seperti itu, harganya kok mahal. Untung, ga jadi beli. Maklum, perjalanan irit bin pelit.
Rencana pulang!!!!!
Tapi, saya mesti sholat dulu, tapi di sekitar situ ga' kelihatan masjid. Bertanya..dan bertanya. Dapatlah satu informasi ada musholla di dekat rumah dinas polisi militer. Setelah selesai sholat, kami bergegas mencari angkot untuk sampe ke terminal. Jaln..jalan..dan jalan. Tanpa sengaja menemukan art gallery. Berkunjunglah, kami berdua ke sana. Foto-foto, liat lukisan, dan patung-patung.
Tiba-tiba liat jam, sudah menujukkan 14.30 WIB. Huaaaa.. bakal ga' nyampe Solo dengan "selamat". Telat. Langsung kami cepat-cepat nyari angkot. angkot di Semarang dan Solo beda jauh. tapi harga masih terjangkau kok. Rp 2000,00.
pengennya turun di daerah Dr.Cipto. Saya ga' tau tempat itu di mana. dari informasi penjual makanan dari bahan sapi tadi, kalo mau cari bis Semarang-Solo, mangkal saja di situ. Tapi baru setengah jalan, ga' sengaja ketemu bis Safari(Semarang-Solo). Kami gedibukan minta berhenti dari angkot, lalu naik ke bis itu, tanpa lupa membayar ongkos angkot pastinya.
Uh, naek bis juga. tambah deg-degan, karena sudah hampir jam 15.00 WIB. bisa ga ya nyampe Solo jam 17.00 WIB ?
Perjalanan pulang yang biasany terasa lebih cepat dari berangkat. kali ini terasa semakin lambat. Bisnya berhenti terus, padahal katanya patas..uhhh. Sabar dan tenang, sambil membayayangkan ekspresi kedua orang tua kalo nanti nyampe rumah.
tambah deg..degan karena teman saya juga panik, khawatir kena wejangan ibunya. perjalanan semakin lambat, saat di daerah Salatiga. Udah jalannya berkelok-kelok..smakin terasa lama. Bersabar dan bersabar di dalam bis. namun, di bis kali ini ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Kondekturnya perempuan. keren ga' sih. Saya baru pertama lihat kondektur perempuan, badan tinggi besar, dan sedikit kelihatan garang. Cucok jadi kondektur. Saya perhatiin kondektur itu. Dari minta ongkos ke penumpang, nulis tiket, nyariin tempat duduk ke penumpang yang baru masuk bis. Sampai teriak-teriak ngasih instruksi sopir untuk jalan atau berhenti. Dasyat, perempuan tenaga laki-laki, pikir saya. Sampai pada satu adegan di mana kondektur perempuan ini, duduk beristirahat, menghitung uang, dan saya perhatikan mukanya terlihat kecapaian.
dalam hati, saya cuma mbatin, dia udah nikah belum ya? suaminya ke mana? kok ampe kerja kaya begini? Kalo sudah menikah dan punya anak, kasihan anaknya donk, ditinggal terus. Butuh perjuangan utnuk dapat sepiring nasi...tangguh benar kondektur itu..
Dan kami sampai di UMS, ambil motor, cap cus pulang. Sampai di rumah...ditanya ortu : kok pergi seharian ?
Saya jawab : "lagi rapat buat persiapan event, jadi lama.." (alasan ga' logis kan)
Tapi untung ga' di tanya2 lagi. Alhamdullilah dan skali lagi mohon ampun sudah bohong(lagi) karena suka pergi..pergi..
wanita...mahkluk yang boros
Beberapa hari ini saya lebih rajin untuk membaca majalah wanita, terutama fashion. Sepertinya saya sedikit stress karena, apa yang terpampang di tiap lembarnya. Membuat sya bergidik, jika saya menotal berapa kocek yang harus dikeluarkan wanita untuk menutupi kebutuhannya dalam sebulan. Mungkin tak cukup sejuta dua juta, tergolong banyak bagi saya yang ukuran kantong mahasiswi. Ah, model mini dress lucu,print t-shirt, boots, clutch, tas jinjing, aksessoris (yang saya tak begitu tertarik), sampai alat-alat make up dengan harga selangit. Itu pun bukan merk- merk luar negeri yang harganya bisa mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah, kecuali untuk make up loh yah(anna sui, ultima, dll yang tak hafal merk2 itu)