Setia Memberi



Sang punya hidup menciptakan mahkluk di bumi menjadi tiga , tumbuhan, hewan, dan manusia. Manusia dengan segala talenta menjadi raja dari dua ciptaaNya yang lain. Si omnivora yang berhak untuk mengkonsumsi hewan atau pun tumbuhan yang ada di sekitarnya. Dan hewan yang berada di posisi kedua dalam hal strata kemahklukan.
Seperti kita tahu, hewan dapat digolongkan dalam omnivora, karnivora, atau pun herbivora. Sama seperti manusia yang juga dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok tersebut. Namun, kecenderungan menjadi omnivora memiliki presentase yang lebih besar, karena manusia pada dasarnya memiliki sifat rakus ingin mencoba segalanya.
Istilah vegetarian yang marak untuk dipraktekkan adalah simbol perlawanan manusia terhadap kerakusan diri sendiri atau rasa cinta yang teramat dalam kepada binatang yang ada di sekitarnya.
banyak sekali petisi, perjanjian yang mendukung perlindungan terhadap hewan. Pelarangan penggunaan kulit hewan sebagai bahan pakaian atau memakan hewan dalam jumlah besar.
Rantai makanan selalu memposisikan tumbuhan di tingkat awal kemudian konsumen tingkat pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Tumbuhan diposisikan di tempat yang pertama, karena memang dia yang mampu memproduksi apa yang kita, para manusia butuhkan, untuk melangsungkan hidup.
Kita mengambil apa yang diproduksi oleh tumbuhan. Udara yang membantu kita bernafas dengan gratis. Makanan yang memberi asupan gizi dan mencharge energi tubuh kita. Tidak bisa dibayangkan kinerja tumbuhan yang begitu canggih memproses segala sesuatu yang dibutuhkan oleh dua mahkluk unggulan Tuhan, hewan dan manusia, yang mampu bergerak ke mana saja. Sedangkan tumbuhan sendiri lebih memilih berdiam diri memfokuskan pekerjaannya menolah segala ampas yang kita keluarkan.
Sungguh tidak mudah ketika kita mencoba belajar untuk mengadopsi sifat tumbuhan yang setia memberi tanpa mengeluh untuk mengharapkan imbalan. Karena dalam berbuat mau tak mau, kita telah terbiasa mengharapkan sesuatu dari apa yang kita keluarkan. Mungkin pengharapan itu dapat secara implisit atau eksplisit. Ada yang secra terang-terangan menginginkannya. Tapi ada pula yang lugu dan malu jika mereka, para manusia, jujur untuk mengakuinya.
Selama hidup, manusia lebih banyak berkonstribusi sebagai konsumen. Menghabiskan dan menikmati segala apa yang dikaruniakan pencipta. Karena memang kita adalah mahkluk yang paling sempurna dengan akal, rasa, dan kepekaan. Namun, terkadang kita terlalu terlena dengan predikat sempurna yang menempel secara harafiah.
Kesempurnaan ini sepertinya menghalalkan kita untuk memperlakukan mahkluk lain seenaknya demi mencukupi kebutuhan. Tidakkah kita terfikir untuk memperlakukan mereka  lebih baik sejak awal. Di mana memang ada timbal balik yang layak dan sepadan terhadap dua mahkluk lain. Bukan karena kita terdesak dan merasa rugi akan perbuatan kita sendiri.
Belajar dari tumbuhan, pohon-pohon, memang tak ada habisnya. mereka tak perlu bergerak untuk bisa menolong yang lain. Selalu mengolah apa yang menurut kita buruk menjadi sesuatu yang berguna. Mengelola sampah untuk dijadikan sesuatu yang memiliki nilai. Dan yang pasti mereka setia memberi..meski keadaan mereka selalu di tingkat paling bawah...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jingga di Hatiku




Ceria.................
Gembira.................
Tertawa....................
Mimpi................
Ambisi................
Energi..................
Semangat................
Hangat................
Seimbang...........
Mengembang.............
Resah...........
Gelisah..............
tak mau punah................

Jingga di Hatiku................untuk menggapai mu dan Mu


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Koneksi Tersembunyi




Tak ada kata
Tak butuh dialog

Mata yang berbicara
Saling pandang menembus pintu terdalam ruang makna
Bukan suara yang bekerja
Namun sentuhan beraktivitas mengungkap rasa
Menyingkirkan rangkaian huruf-huruf
Menjadikan diri pengidap disleksia

Elektromagnet bereaksi menyatukan dua unsur berbeda
Memberdayakan daya tarik dua manusia
Lekat....
Semakin terekat
Terikat tak bisa lepas

Tak ada kata
Tak butuh dialog

Melihat tanpa mata
Mendengar tanpa telinga
Jiwa yang bertelepati menggantikan indra

Upayaku untuk tahu kamu
Dan upayamu untuk tahu diriku


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menggapai Bayang Ilusimu








Sangat hebat
Hampir sempurna
Sederhana namun bersahaja
Pancaran aura penuh kharisma
Membuat terkesima, terpana, dan akhirnya jatuh cinta
Pesona tiada tara
Gagah, lincah, kuat, tegap bercengkerama dengan 
kelembutan, kepedulian, serta ketampanan jiwa
Membuyarkan konsentrasi, meninggikan imajinasi


Hangat ketika dingin datang
Menyejukkan saat panas menerpa
Dualitas penuh keindahan
Terangkum dalam pribadi yang sulit diungkapkan

Semiotika kelakuan yang mengalihkan pandangan mata
Semakin menyedot perhatian pikiran
Menghipnotis raga untuk selalu bersama
Denganmu aku bertransformasi
menjadi apa yang aku ingini
Denganmu aku berjanji
menjalani perziarahan hati menuju level lebih tinggi


Sosokmu hanya ilusiku
Tapi kuyakin kau ada di sisiku

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Fenomena Takbiran 2009







Idul Fitri terasa tak lengkap sebelum melalui malam takbiran. Di malam ini, salah satu(dari sekian banyak malam), doa-doa manusia akan dikabulkan. Menjadi pra klimaks kemenangan. Menyambut hari kemenangan, bertakbir, keliling kampung membuat arak-arakan. Mewujudkan rasa syukur telah menjalani puasa selama 30 hari. Menjalani sekian hari yang penuh godaan, berperang terhadap haus dan lapar. Puasa dari segala nafsu serta buruknya perilaku. Indahnya Ramadhan tak akan pernah dapat tersaingi oleh 11 bulan yang lain. Berkah segala berkah melimpah ruah.

Saat siang beramai-ramai mencari bambu. Membersihkan batangnya dari serbuk-serbuk cokelat yang bisa membuat kulit gatal. Dipotong, disumbat kain perca, lalu diguyur sedikit minyak tanah di lubang yang tersumbat. Sensasi proses persiapan yang menggembirakan. Malamnya selesai shalat isya' bergegas mengambil potongan bambu itu. Berbaris rapi bersama teman-teman mendengar instruksi guru ngaji. Menyalakan satu obor dengan korek api. lalu mentransfer nyala-nyala itu dari satu obor ke obor lain.

Arak-arakkan dimulai. Berjalan rapi, mengucapkan takbir memuji Tuhan dengan suara lantang. Jika cahaya obor itu mati, kembali meminta nyala api dari obor lain yang masih menyala. Itulah suasana takbiran yang terjadi beberapa tahun lalu. Yang saya nikmati bersama kawan-kawan.

Saat saya menghabiskan malam takbiran bersama seorang teman untuk berkeliling kota. Rupanya suasana yang saya alami ketika kecil telah hilang. Memang, setiap kejadian tak pernah sama. Masih ada yang berarak, tapi tak seriuh dulu. Mungkin zaman yang telah mengubah pola aktivitas manusia. Teknologi yang memudahkan interaksi. Dan evolusi kultur juga terjadi pada kebiasaan takbiran yang terjadi setahun sekali itu. Jika dulu saya mendapat kesenangan bertakbir dengan upah kaki pegal, karena harus berjalan keliling kampung. Sekarang, kebiasaan yang membuat kaki pegal, sudah bisa dihentikan. Arak-arakan yang memadati jalan masih bisa ditemukan, tetapi tak sebanyak dulu.

Kini, mobil-mobil pick up terisi manusia. Atau truk-truk besar yang biasa mengangkut pasir, batu, atau benda-benda mati lainnya. Dipenuhi manusia yang meneriakkan takbir. Yah, itulah fenomena takbiran masa kini. Bukan lagi kaki sebagai alat transportasi untuk berpawai. Tapi mesin-mesin pengkonsumsi bensin yang menggantikan. Suara beduk pun tak seramai dulu, digantikan dengan drum bekas minyak sebagai lalat musik. Bahkan ada pula kelompok takbir yang rela menggunakan drum ala Gilang Ramadhan sebagai subtitusi beduk. Serasa melihat konser musik keliling. Membuat saya takjub.

Iring-iringan kendaraan bagai pawai suporter sepak bola. Tak ada lagi obor yang di bawa. Speaker pengeras suara menjadi pelengkap, memamerkan bunyi pukulan-pukulan drum. Ramai. Tapi keramaian yang berbeda. Keramaian takbir ala pesta musik. Bukan perayaan takbir yang dihiasi paduan suara-suara merdu ucapan Allahhuakbar. Ucapan yang menyejukkan hati.

Perubahan budaya semoga tak mengubah esensi malam takbir




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Patriarkal VS Matriarkal






Saya teringat pelajaran Antropologi saat SMA kelas 3, tentang sistem kekeluargaan. Waktu itu, Antropologi menjadi mata pelajaran favorit setelah sejarah dan tata negara, karena saya bisa tahu lebih dalam tentang budaya masyarakat. Tidak tahu kenapa beberapa hari ini saya tertarik untuk kembali mengingat-ingat sub mata pelajaran itu.



Patriarkal adalah sistem kekeluargaan di mana garis keturunan laki-laki(ayah), sebaliknya dengan matriarkal, lebih condong ke garis keturunan ibu. Mungkin itu definisi sederhananya. Saya semakin tertarik, karena saya lahir dan hidup di Jawa, yang menganut paham patriarki. Saya juga harus ingat bahwa nenek saya keturunan Padang, yang terikat pada budaya matriarki. Budaya Jawa yang super halus, karena saya tinggal di Solo dan mengharuskan saya mengikutinya, terkadang cukup menyulitkan. Sikap, tingkah laku, tutur kata, dan segala macam perbuatan harus benar-benar mencerminkan Soloisme. Didikan orang tua, ayah, yang paling saya ingat sampai sekarang, kalau perempuan dilarang tertawa keras-keras, saru(tidak pantas-red), katanya. Sebisa mungkin senyum atau tertawa dengan menutup mulut, saat tertawa. Bayangkan, bukannya tertawa itu aktivitas spontan. 


Peristiwa yang mencerminkan Soloisme terutama patriarkal, bagi saya, adalah, kebiasaan menyiapkan sarapan atau teh untuk suami. Sebenarnya bukan sesuatu yang istimewa, sebab sudah menjadi kewajiban bila istri melayani suami.   Dari urusan tempat tidur, dapur, bahkan hal terkecil seperti tea time. Tapi membuat saya tergelitik, acara tea time ini sangat jarang terjadi di keluarga saya. Di mana, ibu harus selalu menyiapkan segelas teh hangat untuk bapak. Malah, hal terkadang ayah membuatkan teh untuk ibu bahkan saya, dan juga adik. Bukan bermaksud untuk memutarbalikkan peran, tapi ayah ikhlas melakukan hal ini. 
Di keluarga pakdhe, saya melihat setiap pagi budhe harus menyiapkan segelas teh hangat ditambah cemilan, sebagai kudapan pagi untuk suami tercintanya. Pernah suatu saat, saya mengetahui kalau budhe tidak melakukan kebiasaan tersebut. Alhasil, terjadi pertengkaran kecil, pakdhe marah sama budhe saya. Mengingat kejadian ini, saya selalu tersenyum.


Ibu saya bukanlah murni orang Padang, karena beliau dapat blasteran Jawa. Kakek saya, seorang militer asal Jawa yang bertemu dengan nenek di Aceh ketika zaman perjuangan dulu. Yah, itu cerita yang saya dengar, seperti dongeng saja.
Ibu lahir di Jawa, sama seperti saya. Meskipun begitu, ibu sempat tinggal di Padang dalam waktu yang cukup lama, sehingga budaya Minang tidak pernah hilang dari ingatannya. Sampai sekarang, sering sekali beliau mentransfer budaya itu pada saya dan adik. Ibu pun sering bercerita mengenai sanak saudara dan  keluarga yang menetap di sana. Tentang keluarga mandeh(budhe dalam bahasa Padang), etek(bulik ), dan hal-hal lain yang berbau Minang dan ke-Padang-Padang-an. Darah Padang saya tidak terlalu banyak, tetapi didikan menjadi seorang Padang bisa dikatakan bersaing dengan asuhan Jawaisme. Jika ada waktu bersama ibu menonton teve, selalu ada saja bahan mata kuliah Minang yang harus saya dengarkan. Terkadang sub mata kuliah, sudah pernah diajarkan di pertemuan sebelumnya, tapi selalu diulang-ulang. Uff..


Di sisi lain, ayah saya juga melakukan hal yang sama. dan yang pasti, tentang Jawaisme. Namun, intensitasnya tidak sebanyak yang ibu lakukan. Bisa dikatakan 20% melawan 80 %. Nah, patriarki vs matriarki. Mana, yang harus saya anut.


Persaingan tidak hanya selesai sampai di situ. karena kompetisi sebenarnya ada di dunia luar. Ketika feminisme muncul memperjuangkan hak wanita. Sebuah gerakan pembebasan perempuan untuk mengeksistensikan dirinya. Tidak mau dinomorduakan setelah laki-laki.. tidak ingin dikekang oleh ikatan patriarki... "bebas".. Muncul istilah gender yang diartikan sebagai konstruksi sosial bagi perempuan dan laki-laki khususnya pembedaan tanggung jawab. Dengan begitu, diperlihatkan secara jelas bahwa gender berkaitan dengan ketidakadilan sosial tentang jenis kelamin, kecuali mengenai hal-hal yang bersifat biologis. 
Gender mengotak-kotakkan apa yang bisa dilakukan wanita, apa yang tak boleh. Pria memiliki tugas dan peran sebagai pemimpin rumah tangga. Berangkat mencari nafkah, pulang, lelah, dan dilayani. Perempuan, ada di rumah, bersama anak, dan mengurus dapur. Akan tetapi, perkembangan zaman, terutama tuntutan ekonomi, membuat wanita berani melangkahkan kaki ke luar rumah. Sekarang ini, perempuan semakin menujukkan bahwa mereka bisa menjadi apa yang lelaki bisa dalam karir dan finansial. 


Mungkin ini, mengenai persamaan hak  di mana wanita dan pria dapat memasuki dunia yang sama. Pria bekerja, wanita pun bisa, Pria jadi kepala rumah tangga, wanita juga bisa melakukannya. Tapi, bagi saya wanita dan pria kan memang beda, kenapa harus disama-samakan?!. 


Persaingan Patriarki vs Matriarki semakin memanas ketika agama menjadi minyak penyulut kobaran pertarungan. Seolah-olah menjadi feminisme vs agama. Dalam keyakinan saya, istri memang harus "tunduk" pada suami. Wanita harus patuh pada suaminya, untuk apapun selama tak melanggar perintah Tuhan ku. Disebutkan pula dalam sebuah hadist, HR Ahmad dan Ibnu Majah, Dari Aisyah ra, sesungguhnya Nabi SAW, bersabda " Sekira-kira aku memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya. Sekiranya seorang suami menyuruh istri-istrinya memindahkan bukit merah ke bukit putih dan dari bukit putih ke bukit merah, tentu kewajibannya ialah melaksanakan (perintahnya) itu."


Sungguh dasyatnya kutipan hadist itu, yang membuat saya semakin terpana bahwa seorang pria memiliki kekuatan besar untuk "menggengam" perempuan. Sistem patriarki, mau tak mau, yang berjalan. Dan di keyakinan manapun juga menyatakan hal yang sama, dengan bukti kemunculan feminisme yang diawali di dunia barat, di mana mayoritas penduduknya beragama Yahudi, Khatolik dlsb. 


Kemudian Nabi ku pernah bersabda, ".....Sesungguhnya seandainya aku(boleh) menyuruh seseorang sujud kepada selain Allah, tentu akan aku suruh perempuan sujud kepada suaminya. demi Dzat yang diri Muhammad dalam kekuasaan-Nya, tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya, sehingga ia menunaikan hak suaminya, dan seandainya suaminya menghendaki dirinya, sedang ia di atas kendaraan, maka tidak boleh ia menolaknya."


Semakin terpatri dalam pikiran saya, bahwa memang patriarki yang dianut agama saya. 


Feminisme muncul, ketika para perempuan lelah dengan apa yang menurut pencipta istilah itu mengalami ketertindasan. Tidak bisa melakukan ini, dianggap tak mampu untuk itu, seperti yang umumnya dilakukan para lelaki. Sebagian perempuan(yang berpaham feminis) menginginkan kesetaraan, keadilan, dan perlakuan yang sama. Mereka juga bisa bekerja, menghasilkan uang, mendidik anak, bahkan katanya perempuan kadang-kadang lebih bisa diandalkan untuk melakukan hal kecil yang seharusnya dilakukan lelaki, seperti membetulkan genteng bocor.Sungguh ironi..Muncul berbagai macam konfrensi, seminar, lembaga-lembaga yang memperjuangkan hak-hak perempuan, yang beragama feminis. Saking feminisnya ada pula, perempuan yang rela hidup sendiri sampai mati, untuk mendapatkan kebebasan seumur hidup. Tapi benarkah feminisme akan benar-benar memberikan kebebasan untuk para wanita? 


Di lain sisi, saya yang terlalu takut menentang ajaran agama, meski sadar atau tidak saya juga pernah melanggarnya. Membuat saya, kadang berontak untuk mengikutinya. Tapi, agama memang tidak bisa dikompromikan. Wahyu Tuhan, yang katanya dosa bila kita menentang.


Saya tak ingin menetang Tuhan, tapi saya juga tak mau dinomorduakan. Saya ingin kesetaraan dalam definisi saya sendiri. Karena, laki-laki dan perempuan bukankah diciptakan untuk saling melengkapi. Dianugerahi kemampuan yang berbeda, punya tanggung jawab berbeda, hak, dan kewajiban berbeda. Sebenarnya mereka bergantung satu sama lain. Tidak bisa tidak. Yang menjadi pertanyaan saya, bisakah perempuan dan laki-laki berada pada level yang sama, untuk memberikan kebebasan pada perempuan tanpa mengesampingkan perintah agama. 




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

kejar-kejaran dengan waktu

inilah pintu..di mana berseliweran putih2..



"Tak tau harus bagaimana lagi, mengendalikan nafsu ini...nafsu untuk pergi sendiri. mengikuti langkah kaki yang harus berkompromi dengan isi kantong." 
Bepergian itu menyenangkan....dan saya harus melakukannya lagi...dan lagi- di malam hari sehabis browsing 

Hari ini, saya membaca(lagi) beberapa blog orang-orang yang menulis tentang cerita-cerita travelling mereka. Mengasyikkan membaca pengalaman yang mungkin tidak semua orang bisa merasakan. Seketika itu juga, muncul rencana membuat daftar tempat-tempat yang sepertinya asik untuk dikunjungi untuk beberapa bulan ini. Mupeng(muka pengen) yang bisa terlihat di wajah saya saat ini. kepuasan yang didapat setelah sampai ke tempat yang diingini, dan  membuktikan apakah yang saya lihat sama dengan referensi yang saya baca, itu tujuannya.

Sepulang magang dari Surabaya, saya berencana pergi ke tempat kakak di Bandung, karena sudah setahun tak ke sana. Ah, licik memang memilih magang di luar kota. Sebelumnya orang tua menyarankan di Solo saja, biar dekat. Saya pun beralasan, "Di Solo sih boleh, tapi lebih baik lagi kalau di kota lain, sekalian cari pengalaman." itu yang saya bilang ke bapak ibu. saya rasa, teman-teman seangkatan yang juga magang beralasan yang sama pada orang tua mereka(khusunya yang ga' kost). Ditambah lagi "Itu saran dari Ketua Jurusan untuk magang di kota besar." Pinter banget ngeles-nya. Yah, orang tua pun mengiyakan permintaan saya. Hmm akhirnya. Kalo untuk urusan sekolah, ga pernah ada protes deh. tapi kalo pergi untuk urusan maen, dibolehin tapi syaratnya segudang. capek deh, ya.
Alasan pribadi pergi ke luar Solo yaitu, bisa maen-maen sesuka hati. Pertama sempat terpikir Jogja, tapi terlalu dekat ah.. ntar tiap minggu pasti disuruh balik Solo, sama juga bo'ong(keliatan badungnya).Berpikir lagi memilih Jakarta. Saran ortu juga, karena ada saudara dan bla..bla..bla..Akhirnya masukin lamaran magang ke Jakarta dan Surabaya.  yah, tapi apa dinyana ternyata nasib tak berpihak pada saya dan Jakarta. ha..ha..ha.. 

Surabaya lah yang terpilih. Merasakan hidup sendirian..tapi sangat menyenangkan. Sepulang dari Surabaya, rehat sejenak karena masih masa libur kuliah. Tak tau kenapa tiba-tiba nekat pergi ke Semarang. Inilah kekonyolan dimulai. Konyol karena, sampai umur segini, masih sering takut-takut minta izin untuk pergi ke luar kota kalo tujuannya maen. Sehari sebelumnya, sudah prepare pergi ke Semarang sendirian. Yang dipikiran, gimana pamitan sama ortu, ya?. Dan akhirnya, saya pamitan pergi ke kampus. Hmm..Sabtu-sabtu ke kampus, padahal kan Sabtu Minggu libur. Kemudian bingung, minta tolong siapa buat nganterin ke terminal. Males banget kalo naek bis dalam kota ke Tirtonadi, karena otomatis bakal ketahuan bo'ongnya. Soalnya ke kampus biasa bawa motor. tapi kalo naek motor ke Tirtonadi, motorku mau digimanain. Akhirnya, temanku yang baik, Nurul(thanks udah bekerja sama), membantuku. 

Awalnya sie, minta mau minta tolong dianterin ke terminal. Eh, iseng2 saya ajak untuk ikut colut dari rumah. Kirain ditolak, eh malah dianya setuju. Kami berdua mulai merencanakan alasan apa yang akan diajukan ke ortu. Nurul bilang ke ibunya ke kampus(padahal juga libur). Saya bilang ke ortu juga ke kampus. padahal kampus kita beda. Saya di UNS, teman di UMS. Lha trus, tak kehilangan akal, saya bilang kalo organisasi di kampus kita ngadain kerjasama untuk menggelar satu event. Jadi, ini meeting bareng. Hmm...dalam hati cuma bisa minta ampun sama Gusti Allah karena udah bo'ong dan selalu karena birokrasi ke luar kota.

Alhasil, dapet ijin dan pergilah kami menuju kampus UMS. Lho kok, ga jadi ke terminal? Skenario berubah. Berhubung teman menjemput saya. Rute perjalanan diawali dari kampus Islam di Solo itu. kami pergi ke kostnya teman Nurul, Erna, untuk menitipkan motor. Ternyata ada untungnya juga ya, Erna ngekost lagi(sebelumnya nebeng di rumah Nurul 6 bulan lamanya). Sesampai di kost, Erna ternyata balik ke Wonogiri, tapi dengan pe-de Nurul ngloyor masuk parkiran kost terus naroh motornya di tempat itu. Heran juga, kaya dia yang kost di situ. Saya iseng nanya "emang boleh nitip motor? Emang ga pa-pa?". Jawab Nurul : ga papa lah. Boleh aja, kok."
Lalu saya bertanya lagi : "emang kamu kenal sama anak-anak kost sini? kan Erna-nya ga' ada.
Jawab Nurul : "Ga kenal, tuh. ya, ga usah bilang donk. taroh aja motor di sini. Ntar kita ambil lagi. kan nitip  ga ada sehari"
Saya : tak bisa berkata-kata karena keheranan...

Lalu, kami jalan kaki ke tempat mangkal bis di depan Careffour dekat UMS. Ah, ngetam bis lama banget. Setengah jam kemudian dapat bis deh. Dan duduk di kursi paling belakang. Huff. Predisksi, perjalanan sekitar 2 jam. Kami berangkat pukul 08.30. jadi, kira-kira nyampe semarang pk 10.30...
Tapi meleset, ga tau knapa.bis berjalan lambat bagi saya. Entah karena penegn buru-buru nyampe Semarang atau karena bis juga sering berhenti nyari penumpang. Tapi rasanya, perjalanan lama banget. padahal cuma Solo-Semarang.

Di dalam bis pun, hati semakin tak tenang. Lama banget , ntar bisa pulang ke Solo tepat waktu ga ya? Itu yang selalu mengusik hati. Karena memang ga' bisa nginep(alasan pamit ke kampus tadi)

2 jam lebih...setelah itu

Akhirnya pun, sampe juga di Semarang

Huffhh..kebingungan lagi. ke semarang tapi tak ada tujuan. bodohnya kami, pengen jalan-jalan tapi tidak menetukan tujuan yang pasti. Setelah tanya sana sini, tentang jarak terminal, kota lama, dan simpang lima. Akhirnya lawang sewu dan kota lama yang dipilih. Seperti baru pertama kali ke Semarang saja (baru pertama kali naek bis umum ke Semarang-red). Sungguh ndeso, karena biasanya pergi ke ibukota jawa Tengah itu, rombongan atau pergi naek mobil pribadi sama teman2 plus sopir. Jadi, tak ambil pusing mikir jarak dlsb.

kami pun jalan-jalan di Lawang Sewu plus pengen buktiin seseram apa bangunan peninggalan Belanda yang konon banyak hantunya itu. Kayanya aman-aman ajah. sebelumnya, seorang teman lain mewanti-wanti, hati-hati kalo ke Lawang sewu ntar bisa di tempel, lho. maksudnya, di tempel apa? ditempel hantu, kata teman saya. Ah, masa sie, ucap dalam hati. tapi tetep ga' boleh sok-sokan jadi pemberani. Kulonuwun dulu lah yaw...

dan sesi foto-foto pun di mulai


kurang dari 1 jam, kami berada di Lawang Sewu..berkeliling dan mencoba membuktikan "kesangaran" gedung berhantu itu. tapi, tak ada fenomena apa-apa. Saat itu, di sana ada pameran foto dan archeology. terus juga banyak wistawan rombongan yang berkunjung. Mungkin ini yang menjadi salah satu penyebab tak ada hal-hal mistis yang muncul. Kan katanya, setan takut sama manusia.heheh..katanya sie gitu. Mungkin itu salah satu faktor, sebab siang itu ramai pengunjung. Atau karena siang hari, jadi setan-setan tak muncul. Ah, tak tau saya.

Tapi seorang guide yang memandu rombongan salah satu SMA yang sedang jalan-jalan di Lawang Sewu menuturkan. pengen liat yang aneh-aneh ya waktu malam hari, lah. Memang betul, kata bapak yang satu itu. 
saya jepret sana-jepret sini dengan camdig yang saya bawa. Pengen buktiin juga, apa bener setan, kalo kita lagi foto-foto, bisa terekam. Katanya lagi, kadang mahkluk halus itu, sengaja menampakkan diri di frame foto..tapi ternyata juga tidak terbukti di hasil sesi foto-foto itu.
Kami sengaja ngintili guide. Biar tau jalan, keluar ke pintu utama. Huh...sempet nyasar dan masuk ke ruangan-ruangan yang ga' banget menurut saya. Masuk ke loteng yang banyak kotoran burungnya.Ufhhh...
Selain itu, karena ngintili guide yang disewa orang lain, biar dapet info gratis tentang Lawang Sewu. maklum, jalan-jalan irit bin pelit, jadi ga perlu sewa guide. nah, Si Bapak Guide ini meski agak judes, karena rupanya tahu kami ngintili rombongan mereka, membuat semacam pembuktian kalo tempat itu menjadi sarang mahkluk halus. Si bapak guide menggunakan fitur video hp seorang anak S dan merekamnya di barisan pintu yang menghubungkan ruangan satu dengan yang lain.

Video di play dan anak-anak sma disuruh memperhatikan rekaman itu. Saya heran, apa yang ebenarnya direkam, soalnya ga' ada orang lewat. Pintu benda mati direkam untuk apa? Saya nyuri-nyuri liat rekaman itu juga. He..he..he..
Si bapak nyuruh untuk ngliatin rekaman itu terus menerus. Apaan sie ? pikir saya, ko instruksinya ga' jelas gitu. Tapi setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata lewat rekaman video itu, kami(saya, teman, dan rombongan murid-murid SMA itu) melihat kelebatan-kelebatan putih wira wiri di barisan pintu. Ouch, ternyata itu yang dimaksud si Bapak Guide. Hmm..cukup mengagumkan juga. Mungkin kalo membuktikan waktu malam lebih seru kali yah. tapi, saya tak punya keberanian sebesar itu. Bisa pingsan lah..emangnya ikut uji nyali.

yah..kami pun segera mencari jalan utama untuk keluar dari lawang sewu. Sesudah mengisi angket pengunjung, dan say hay dengan bapak penjaga pintu, kami langsung cabut menuju kota lama. tapi eits, di luar kami menemukan lokomotif yang dipajang di halaman area lawang sewu. The next foto2 session.

Waktu menunjukkan pukul 12.30 an..
dan kami bergegas tanya sana sini, utnuk cari tahu bisa apa yang bisa menghantarkan kami berdua ke kota lama. Pas, ga' sampai 10 menit, bis yang kami butuhkan lewat. Berangakat menuju kota lama. di dalam bus, saya berbincang-bincang dengan kondektur. 
Kondektur : dari mana, mbak? Mau ke mana?
Saya : dari Lawang Sewu mau ke kota lama. Jauh ya, Pak tempatnya?
Kondektur : Lumayan sie...Asalnya dari mana? (sepertinya tahu saya bukan orang Semarang)
Saya : dari Solo, Pak. iseng maen ke Semarang.
Kondektur : maen ko jauh-jauh..
Saya : udah bosen sama Solo, pak. Pengen maen yang jauh......

Dan diteruskanlah perbincanagn itu. membahas lokasi ini itu yang dilewati bis. Hmmm..dapat guide lagi. Kondektur juga ngaih tau toko yang menjual barang-barang kuno. tapi sayang, saya ga bisa mampir karena "di buru waktu".

Sesampainya..di lokasi kota lama..kebingungan lagi..heehe. Hari libur penuh kebingungan. Inilah akibat jalan-jalan tak direncanakan secara matang. kami hanya menuruti langkah kakai yang membawa kami pergi(huekkk)..

Jalan...jalan..dan jalan. Menemukan rumah-rumah kuno yang mengesankan, meski tak terawat dan Si Gereja Blenduk..saya suka arsitektur rumah ibadah dari masjid, gereja, klenteng, vihara dlsb. foto-foto session ketiga di mulai. freak sama gereja, terus saya dianggep aneh sama teman. Katanya, saya muslim tapi kok malah ngunjungin gereja dulu, kok ga masjid Layur atau Masjid kuno yang tadi sempat kami lewati saat perjalanan ke kota lama. kamu Islam apa khatolik? Islam lah, jawab saya enteng. Meski raut muka, teman saya masam saat saya masih melanjutkan sesi foto di Depan Gereja itu



Puas, foto-foto, kami lanjutkan jalan melihat-lihat bangunan kuno. Tapi tiba-tiba perut lapar. Mau makan di mana yang, enak, murah, dan tidak membahayakan kesehatan. Soalnya di sekitar kota lama, ada tempat makan bersih, tapi tentu mahal, karena di situ pengunjungnya bule-bule. Ah....susah deh. Kemudian, saya mencari-cari lagi, ada ga tempat makan lain. Ketemu, warung kecil yang menjual makanan seperti kikil sapi. Mmm, kayaknya eneg, dari tampilannya saya tak begitu suka. Dan pilihan jatuh pada tukang siomay, yang sedang berjualan di depan warung. Ngenes, jauh-jauh ke Semarang tetep belinya siomay. Plus memesan dua es teh ke di warung itu. karena sungkan tak jadi beli makanannya. Plus kami berdua nebeng makan di warung itu.
Kami pikir, makanan dari sapi itu, harganya paling lima ribuan. Eh, setelah nguping pembicaraan penjual dan pembeli di situ. satu porsi harganya Rp 30.000,00. Hah, tersentak dalam hati. Mahal amat. mahal memang relatif sie, tapi bagi saya dengan packaging seperti itu, harganya kok mahal. Untung, ga jadi beli. Maklum, perjalanan irit bin pelit.

Rencana pulang!!!!!
Tapi, saya mesti sholat dulu, tapi di sekitar situ ga' kelihatan masjid. Bertanya..dan bertanya. Dapatlah satu informasi ada musholla di dekat rumah dinas polisi militer. Setelah selesai sholat, kami bergegas mencari angkot untuk sampe ke terminal. Jaln..jalan..dan jalan. Tanpa sengaja menemukan art gallery. Berkunjunglah, kami berdua ke sana. Foto-foto, liat lukisan, dan patung-patung.

Tiba-tiba liat jam, sudah menujukkan 14.30 WIB. Huaaaa.. bakal ga' nyampe Solo dengan "selamat". Telat. Langsung kami cepat-cepat nyari angkot. angkot di Semarang dan Solo beda jauh. tapi harga masih terjangkau kok. Rp 2000,00.

pengennya turun di daerah Dr.Cipto. Saya ga' tau tempat itu di mana. dari informasi penjual makanan dari bahan sapi tadi, kalo mau cari bis Semarang-Solo, mangkal saja di situ. Tapi baru setengah jalan, ga' sengaja ketemu bis Safari(Semarang-Solo). Kami gedibukan minta berhenti dari angkot, lalu naik ke bis itu, tanpa lupa membayar ongkos angkot pastinya.

Uh, naek bis juga. tambah deg-degan, karena sudah hampir jam 15.00 WIB. bisa ga ya nyampe Solo jam 17.00 WIB ?
Perjalanan pulang yang biasany terasa lebih cepat dari berangkat. kali ini terasa semakin lambat. Bisnya berhenti terus, padahal katanya patas..uhhh. Sabar dan tenang, sambil membayayangkan ekspresi kedua orang tua kalo nanti nyampe rumah.

tambah deg..degan karena teman saya juga panik, khawatir kena wejangan ibunya. perjalanan semakin lambat, saat di daerah Salatiga. Udah jalannya berkelok-kelok..smakin terasa lama. Bersabar dan bersabar di dalam bis. namun, di bis kali ini ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Kondekturnya perempuan. keren ga' sih. Saya baru pertama lihat kondektur perempuan, badan tinggi besar, dan sedikit kelihatan garang. Cucok jadi kondektur. Saya perhatiin kondektur itu. Dari minta ongkos ke penumpang, nulis tiket, nyariin tempat duduk ke penumpang yang baru masuk bis. Sampai teriak-teriak ngasih instruksi sopir untuk jalan atau berhenti. Dasyat, perempuan tenaga laki-laki, pikir saya. Sampai pada satu adegan di mana kondektur perempuan ini, duduk beristirahat, menghitung uang, dan saya perhatikan mukanya terlihat kecapaian.
dalam hati, saya cuma mbatin, dia udah nikah belum ya? suaminya ke mana? kok ampe kerja kaya begini? Kalo sudah menikah dan punya anak, kasihan anaknya donk, ditinggal terus. Butuh perjuangan utnuk dapat sepiring nasi...tangguh benar kondektur itu..

Dan kami sampai di UMS, ambil motor, cap cus pulang. Sampai di rumah...ditanya ortu : kok pergi seharian ?
Saya jawab : "lagi rapat buat persiapan event, jadi lama.." (alasan ga' logis kan)
Tapi untung ga' di tanya2 lagi. Alhamdullilah dan skali lagi mohon ampun sudah bohong(lagi) karena suka pergi..pergi..


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

wanita...mahkluk yang boros

Beberapa hari ini saya lebih rajin untuk membaca majalah wanita, terutama fashion. Sepertinya saya sedikit stress karena, apa yang terpampang di tiap lembarnya. Membuat sya bergidik, jika saya menotal berapa kocek yang harus dikeluarkan wanita untuk menutupi kebutuhannya dalam sebulan. Mungkin tak cukup sejuta dua juta, tergolong banyak bagi saya yang ukuran kantong mahasiswi. Ah, model mini dress lucu,print t-shirt, boots, clutch, tas jinjing, aksessoris (yang saya tak begitu tertarik), sampai alat-alat make up dengan harga selangit. Itu pun bukan merk- merk luar negeri yang harganya bisa mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah, kecuali untuk make up loh yah(anna sui, ultima, dll yang tak hafal merk2 itu)


Semakin membuat sya di bawah tekanan, ketika teman-teman mengajak belanja online..oh Tuhan, semoga than goodaan..apalagi ketika membuka album-album penawaran baju-baju itu. Yang begitu menggoda dan membuat mata saya berbinar, seperti melihat harta karun yang terpendam..

Apalagi ditambah melihat blog miss jinjing..yang benar-benar suka menjinjing tas. jimmy Choo, Miu miu, Louboutin, 3 merk yang bikin semakin stress..padahal baru tiga..
Sepertinya duit tak menjadi masalah untuk membeli barang-barang itu. banyak orang bilang beli barang-barang merk bisa dijadikan investasi. jika dulu, beli barang2 fashion hanya untuk dipakai sendiri. Sekarang ini bisa dijual lagi melalui garage sale, barter sama temen, ato kalo punya barng bermerk(lagi..lagi merk) bisa di jual second hand. jadi, ga terlalu rugi..dan uangnya ntar ditambahin untuk beli koleksi terbaru. Huaff... wanita..memang.

sekali lagi..wanita oh wanita kenapa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Itu baru yang terlihat dari luar. belum perawatan dalam seperti facial, creambath, hair spa..dll yang susah untuk saya sebutkan satu persatu, yang terkadang dipaksakan untuk dipenuhi. ga facial, ntar jerawatan, ga creambath ntar rambut kering, ga meni pedi ntar kuku ga cantik.

kebetulan saya punya satu teman (Rhe) yang bilang baginya nglurusin rambut dan merawat rambut hukumnya fardu ain. Setuju sih, kn yang ada di diri kita kudu di rawat toh ya ?!. Tapi apa ya perlu gitu banget...

teman-teman perempuan pernahkah kalian mentotal berapa budget yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan kewanitaan anda????!



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS