Setia Memberi



Sang punya hidup menciptakan mahkluk di bumi menjadi tiga , tumbuhan, hewan, dan manusia. Manusia dengan segala talenta menjadi raja dari dua ciptaaNya yang lain. Si omnivora yang berhak untuk mengkonsumsi hewan atau pun tumbuhan yang ada di sekitarnya. Dan hewan yang berada di posisi kedua dalam hal strata kemahklukan.
Seperti kita tahu, hewan dapat digolongkan dalam omnivora, karnivora, atau pun herbivora. Sama seperti manusia yang juga dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok tersebut. Namun, kecenderungan menjadi omnivora memiliki presentase yang lebih besar, karena manusia pada dasarnya memiliki sifat rakus ingin mencoba segalanya.
Istilah vegetarian yang marak untuk dipraktekkan adalah simbol perlawanan manusia terhadap kerakusan diri sendiri atau rasa cinta yang teramat dalam kepada binatang yang ada di sekitarnya.
banyak sekali petisi, perjanjian yang mendukung perlindungan terhadap hewan. Pelarangan penggunaan kulit hewan sebagai bahan pakaian atau memakan hewan dalam jumlah besar.
Rantai makanan selalu memposisikan tumbuhan di tingkat awal kemudian konsumen tingkat pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Tumbuhan diposisikan di tempat yang pertama, karena memang dia yang mampu memproduksi apa yang kita, para manusia butuhkan, untuk melangsungkan hidup.
Kita mengambil apa yang diproduksi oleh tumbuhan. Udara yang membantu kita bernafas dengan gratis. Makanan yang memberi asupan gizi dan mencharge energi tubuh kita. Tidak bisa dibayangkan kinerja tumbuhan yang begitu canggih memproses segala sesuatu yang dibutuhkan oleh dua mahkluk unggulan Tuhan, hewan dan manusia, yang mampu bergerak ke mana saja. Sedangkan tumbuhan sendiri lebih memilih berdiam diri memfokuskan pekerjaannya menolah segala ampas yang kita keluarkan.
Sungguh tidak mudah ketika kita mencoba belajar untuk mengadopsi sifat tumbuhan yang setia memberi tanpa mengeluh untuk mengharapkan imbalan. Karena dalam berbuat mau tak mau, kita telah terbiasa mengharapkan sesuatu dari apa yang kita keluarkan. Mungkin pengharapan itu dapat secara implisit atau eksplisit. Ada yang secra terang-terangan menginginkannya. Tapi ada pula yang lugu dan malu jika mereka, para manusia, jujur untuk mengakuinya.
Selama hidup, manusia lebih banyak berkonstribusi sebagai konsumen. Menghabiskan dan menikmati segala apa yang dikaruniakan pencipta. Karena memang kita adalah mahkluk yang paling sempurna dengan akal, rasa, dan kepekaan. Namun, terkadang kita terlalu terlena dengan predikat sempurna yang menempel secara harafiah.
Kesempurnaan ini sepertinya menghalalkan kita untuk memperlakukan mahkluk lain seenaknya demi mencukupi kebutuhan. Tidakkah kita terfikir untuk memperlakukan mereka  lebih baik sejak awal. Di mana memang ada timbal balik yang layak dan sepadan terhadap dua mahkluk lain. Bukan karena kita terdesak dan merasa rugi akan perbuatan kita sendiri.
Belajar dari tumbuhan, pohon-pohon, memang tak ada habisnya. mereka tak perlu bergerak untuk bisa menolong yang lain. Selalu mengolah apa yang menurut kita buruk menjadi sesuatu yang berguna. Mengelola sampah untuk dijadikan sesuatu yang memiliki nilai. Dan yang pasti mereka setia memberi..meski keadaan mereka selalu di tingkat paling bawah...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS